Intelektual Islam: Sebuah Peta Bumi dan Kumpulan Gagasan Syafi'i Maarif

>> 28 September 2008

Judul Buku : Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia
Pengarang : A. Syafiii Maarif
Penerbit : Mizan
Tahun terbit : 1993
Jumlah hlmn : 257 hlm

Hai, pecinta buku!

Buku milik ayah saya ini sudah saya baca bertahun-tahun yang lalu saat saya masih mahasiswa baru. Hari ini kebetulan saya ingin membuka-bukanya kembali, dan saya pikir informasi yang terdapat di dalamnya cukup menarik dan informatif untuk dibagi kepada Anda semua. Apalagi tampaknya buku ini sudah tidak beredar lagi. Selamat Membaca! Here are excerpts from the book:

“Islam bila dipahami secara benar dari sumbernya yang otentik, dapat ditawarkan untuk menjadi pilar peradaban alternatif bagi abad yang akan datang dengan syarat kita bersedia menghapuskan daki-daki sejarah yang melekat pada dirinya selama kurun waktu yang panjang dengan menempatkan Al Qur;an sebagai filternya yang paling utama.”

“Bila minyak bumi lenyap dari dunia, mungkin ada gantinya. Tapi bila Islam yang hilang, gantinya tidak akan ada lagi.” (Fazlur rahman)

“Bila dipetakan dalam tipologi kasar, barangkali kita dapat mengkatagorikan intelektual muslim sebagai berikut: Pertama, kelompok modernis dan penerusnya neomodernis muslim, kedua, kelompok neotradisionalis, Ketiga, Kelompok yang serba eksklusif Islam, dan Keempat, golongan modernis sekularis Islam.”

“Jika tiada cinta, dunia akan membeku.” (Jalaluddin Rumi dalam Matsnawi)
“Cinta adalah akar dari segala kebaikan dan keutamaan hidup manusia.”

“Kebekuan hati mempunyai banyak implikasi: Pertama, Lenyapnya kepekaan terhadap nilai baik dan buruk. Kedua, Hubungan persaudaraan yang semata-mata ditentukan oleh ‘kekuatan’ benda dan kepentingan profan lainnya. Dan ketiga, kerakusan, baik terhadap benda maupun kekuasaan.”

Cogito ergo sum (saya berfikir, oleh sebab itu saya ada), pemikiran descartes ini telah membawa barat untuk tidak lagi sibuk mengajukan pertanyaan “why” tapi cukup menumpukan perhatian pada masalah ”how”, masalah teknis tentang “bagaimana”


The Prince (Machiavelli) secara gamblang menolak prinsip moral bila dikaitkan dengan perilaku penguasa. “Seorang penguasa akan hancur bila senantiasa baik; ia harus secerdik fox (serigala) dan seganas singa.”

“Yang merisaukan tokoh-tokoh tentang masalah peradaban modern adalah adanya potensi dehumanisasi. Terjadi keterputusan rantai kemajuan material dan kemajuan moral.”

“Iqbal telah lama bersenandung untuk menciptakan sebuah sintesis antara penalaran (Barat) dengan ‘isyq (cinta) dari Timur.”

“Seorang ulul albab, disamping mampu mengintergrasikan kekuatan dzikr dan fikr (refleksi dan penalaran), juga mampu pula mengembangkan kearifan yang menurut Al Qur’an dinilai sebagai khairan katsiran (QS 2:269).”

“Manusia menurut Al Quran punya otonomi yang luas dalam merekayasa peradaban yang mereka inginkan.”

“..Yang tidak mereka lihat adalah bahwa tahun 2000 mungkin bukan pemenuhan dan puncak bahagia bagi suatu periode dimana manusia berjuang untuk kebebasan dan kebahagiaan, tapi (tahun itu) adalah permulaan satu periode berhentinya manusia sebagai manusia dan telah berubah menjadi sebuah mesin yang tidak berfikir dan tidak punya perasaan.” (Erich Fromm dalam The Revolution of Hope)

“Islam bukan saja pernah menggugat, tapi juga memberi alternatif peradaban yang lebih ramah dan manusiawi.”


“Al Quran dan sunah Nabi adalah filter paling tepat untuk kita pedomani. Oleh karena itu, al ruju’ ila Al Quran wa Al sunah (kembali kepada AL Qur’an dan Sunah) akan tetap relevan sepanjang sejarah, sekalipun bagaimana metodenya mungkin mengalami perkembangan dan perubahan.”

“Dalam rangka menciptakan suatu fondasi kesatuan umat di mana persaudaraan hakiki benar-benar menjadi kenyataan, ada dua hal yang harus ditempuh: Pertama, membersihkan kecenderungan-kecenderungan batin-intelektual kita yang selama ini mungkin didominasi oleh etik golongan, suku, dan ras dengan etik AL Quran yang dipelajari secara jujur dan bertanggung jawab. Kedua, menumbuhkan kesediaan untuk menilai secara kritis seluruh warisan intelektual dan kultural Islam melalui kritik sejarah, dengan ruh Al Quran di otak belakang kita.”

“Di mata Al Quran, tidak satupun kegiatan di wilayah kemanusiaan yang terlepas dari nilai kesalehan sebagai manifestasi dan pancaran iman yang khalish.”

“Umat teladan adalah umat yang berwibawa secara moral dan unggul secara intelektual.”

“Betapa sentralnya posisi ilmu dalam kehidupan manusia, Al Ghazali dalam Ihya, dengan cantik sekali melukiskan, “Sesungguhnya ilmu itu adalah kehidupan hati (yang membebaskan diri) dari kegelapan, kekuatan fisik (yang membebaskan diri) dari kelemahan; dengan ilmu seorang hamba dapat meraih posisi posisi terhormat dan stasion-stasion yang tinggi.”

“Dalam risalah Ikhwan Al Shafa, kita baca sebuah hadis yang berbunyi, “Belajarlah dari dunia dan jangan (hanya) lewat saja di atasnya.”

“Tanda seorang kafir adalah bahwa ia larut dalam cakrawala.
Tanda seorang mukmin ialah bahwa cakrawala larut dalam dirinya.”

Terima kasih Buya...

0 comments:

Bookmark and Share

  © Blogger templates Shiny by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP